Senin, 06 November 2017

Coba Nge-Blog Lagi

“Bertutur kata adalah hal yang mudah, tetapi untuk tulis dalam merangkai kalimat jadi paragraf adalah hal yang sulit dan butuh komitmen,” setidaknya begitulah yang saya kutip dari Pramoedya Ananta Toer.

* * * *

Ada satu anekdot yang pernah saya baca dari sebuah blog yang menjadi alasan kenapa menulis itu sulit. “Jarak otak dengan mulut lebih dekat ketimbang dengan tangan. Itulah kenapa lebih mudah berbicara ketimbang menulis”. Jika dilihat dari kacamata ngawurologi, ucapan tersebut memang ada benarnya. Kalian pasti juga pernah merasakannya, gagasan – gagasan yang lalu lalang di otak kalian jauh lebih mudah menggunakan mulut ketimbang dengan tangan.

Lalu kenapa menulis terasa sulit bagi sebagian orang (termasuk saya)?
Kekosongan ide adalah salah satu penghalang terbesar banyak orang untuk menulis. Kekosongan ide disebabkan kurangnya informasi yang kita baca, baik itu dari buku, koran, majalah, atau artikel – artikel. Saya sendiri termasuk orang yang kurang suka (bukan tidak suka) membaca. Saya merasa seperti alergi jika harus menghadapi kertas berisi ribuan kata yang harus saya baca satu demi satu, saya juga merasa kesulitan untuk fokus berdiam diri sambil menghabiskan satu bahan bacaan hingga tuntas. Blog ini buktinya, yang dulu saya buat dengan harapan untuk bisa memacu semangat saya untuk lebih banyak membaca dan menulis, sekarang malah terlantar. Sudah hampir 2 tahun saya membuat blog ini, tetapi artikel yang saya tulis di sini pun begitu minim.

Masalah lain yang sering dihadapi ketika menulis adalah terlalu banyak pikiran. Ya, terkadang kita memiliki gagasan yang berlimpah ruah dalam otak kita, tetapi ketika akan menuangkannya dalam bentuk tulisan, tangan kita tiba – tiba kaku, mood amburadul, dan akhirnya ide – ide kita hanya menjadi ide. Hal itu karena kita terlalu banyak pikiran negatif dan ketakutan yang muncul saat akan menulis, kita takut tulisan kita kurang berbobot, kita belum menemukan gaya penulisan yang cocok, kita khawatir dengan penilaian jelek orang lain terhadap hasil tulisan kita, kita takut akan hasil tulisan kita yang tidak terstruktur dan ruwet. Hal seperti itu biasanya sangat menghambat progress kita dalam menghasilkan tulisan.
  
Tapi kemudian setelah saya mengikuti beberapa seminar kepenulisan, saya coba merenung. Semua orang sebenarnya bisa menulis. Untuk menulis kita tidak butuh bakat (walaupun memang ada orang yang diberi karunia dengan bakat mengolah tulisan), yang kita perlukan adalah kemauan untuk terus berlatih. Jika saat ini tulisan yang kita hasilkan masih kurang terstruktur ataupun kurang berbobot, itu tandanya kita masih perlu banyak latihan. Untuk mengawalinya, kita tidak perlu menulis tentang topik yang berat atau tulisan yang panjang. Menulislah sebisanya dan lakukanlah dengan konsisten, lama kelamaan tulisan kita pun akan semakin bagus isi dan kualitasnya.

Terkahir, saya coba memandang peribahasa “harimau mati meninggalkan belang, gajah mati gading” dari sisi berbeda. Menurut saya, peribahasa tersebut bermakna setiap makhluk hidup pasti akan meninggalkan sesuatu ketika dia sudah mati. Kita pun sebagai manusia harus memiliki sesuatu untuk ditinggalkan ketika kita mati nanti. Jika harimau mati meninggalkan belang (dalam hal ini saya maknai belang sebagai bulu harimau yang berharga begitu mahal), gajah mati meninggalkan gading, maka manusia jika ia mati ia harus meninggalkan karya. Sekarang saya ingin mencoba membuang jauh - jauh segala pikiran negatif tentang menulis, ya walaupun nanti tulisan saya hanya sedikit dibaca orang, kurang berbobot, dan segala macamnya.


Jadi, ayo ngeblog lagi, nulis lagi, berkarya lagi!